Kamis, 25 Oktober 2012

Bunga Nominal & Bunga Efektif


Pada dasarnya, ada dua jenis suku bunga yang berlaku dimasyarakat, yaitu : suku bunga nominal dan suku bunga efektif.
1.      Suku bunga nominal adalah bilangan atau angka yang digunakan untuk menjelaskan tingkat suku bunga tahunan yang berlaku umum. Suku bunga nominal (nominal rate) juga merupakan suku bunga yang dibayarkan tanpa dilakukan penyesuaian terhadap akibat-akibat inflasi. Tingkat bunga nominal (tingkat presentase tahunan) adalah laju tahunan yang sering dikatakan sebagai berikut : pinjaman ini adalah pada tingkat bunga 12% pertahun, digandakan  bulanan.
Suku bunga nominal dapat dirumuskan sebagai berikut :
r = i x M
            dimana :
            r = suku bunga nominal tahunan
            i = suku bunga nominal per periode
            M = jumlah periode majemuk dalam satu tahun
Misalnya, perusahaan meminjam uang dari bank sebesar $100.000 selama satu tahun pada suku bunga nominal 10%, maka pada akhir tahun perusahaan harus mengembalikan pinjaman         tersebut sebesar $110.000 ($100.000 x 10%). Suku bunga nominal cenderung naik seiring dengan angka inflasi. Jika misalnya bank memberlakukan suku bunga 10% pada ekspektasi inflasi selama satu tahun kedepan adalah 0%, maka bank mungkin akan memberlakukan suku bunga 13% jika ekspektasi inflasinya adalah 3%.
2.      Suku bunga efektif adalah nilai aktual dari tingkat suku bunga tahunan yang dihitung pada akhir periode yang lebih pendek dari satu tahun dengan menggunakan suku bunga majemuk. Tingkat bunga efektif adalah laju tahunan yang dihitung menggunakan tingkat periode yang diturunkan dari laju nominal.

Suku bunga efektif dirumuskan sebagai berikut :

(1+ief) = (1+r/M)M
atau
i = (1+r/M)M – 1 

dimana :
ieff = suku bunga efektif
r = suku bunga nominal tahunan
i = suku bunga nominal per periode
M = jumlah periode majemuk dalam satu tahun
Contoh kasus : misalkan kita hendak meminjam uang dari bank untuk membeli mobil. Nilai hutang yang hendak kita pinjam adalah Rp. 120.000.000 dengan tingkat suku bunga 11% efektif dan tenor 2 tahun. Maka kita akan mendapatkan nilai angsuran bulanannya adalah Rp. 5.592.941


Referensi :
(Kamis, 25 Oktober 2012, 8:49 PM)
(Kamis, 25 Oktober 2012, 8:47 PM)
(Kamis, 25 Oktober 2012, 9:10 PM)
kk.mercubuana.ac.id/files/92008-3-791229593505.doc


Kamis, 31 Mei 2012

Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) adalah sebuah daerah otonomi setingkat propinsi, satu dari 26 daerah Tingkat I yang ada di Indonesia. Propinsi ini ber-Ibukota di Yogyakarta, sebuah kota yang kaya predikat, baik berasal dari sejarah maupun potensi yang ada, seperti sebagai kota perjuangan, kota kebudayaan, dan kota pariwisata. Latar belakang kehidupan masyarakat Yogyakarta berkaitan erat dengan sejarah kehidupannya, sehingga hal tersebut sangat berpengaruh terhadap etika masyarakatnya.

Sejarah asal mula nama Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) Menurut Babad Gianti adalah nama yang diberikan Paku Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727) sebagai pengganti nama pesanggrahan Gartitawati. Yogyakarta berarti Yogya yang kerta, Yogya yang makmur, sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat berarti Yogya yang makmur dan yang paling utama. Sumber lain mengatakan, nama Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya dalam epos Ramayana. Dalam penggunaannya sehari-hari, Yogyakarta lazim diucapkan Jogja (karta) atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa).

Sebutan kota perjuangan untuk kota ini dikarenakan peran Yogyakarta dalam perjuangan bangsa Indonesia pada jaman kolonial Belanda dan jaman penjajahan Jepang. Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan, baik Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualam. Serta pernah pula menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia.

Sebutan kota kebudayaan untuk kota ini berkaitan erat dengan peninggalan-peninggalan budaya bernilai tinggi pada masa kerajaan-kerajaan yang sampai sekarang masih tetap lestari. Sebutan ini juga berkaitan dengan banyaknya pusat-pusat seni dan budaya. Sebutan kata Mataram yang banyak digunakan sekarang ini, tidak lain adalah sebuah kebanggaan atas kejayaan Kerajaan Mataram.

Sebutan Yogyakarta sebagai kota pariwisata menggambarkan potensinya dalam kacamata kepariwisataan. Yogyakarta adalah daerah tujuan wisata terbesar kedua setelah Bali. Berbagai jenis obyek wisata dikembangkan di wilayah ini, seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata pendidikan, bahkan, yang terbaru, wisata malam.

Dasar filosofi pembangunan daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai budaya daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Secara filosofis, budaya Jawa khususnya Budaya DIY dapat digunakan sebagai sarana untuk Hamemayu Hayuning Bawana. Ini berarti bahwa Budaya tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat ayom ayem tata, titi, tentrem karta raharja. Dengan kata lain, budaya tersebut akan bermuara pada kehidupan masyarakat yang penuh dengan kedamaian, baik ke dalam maupun ke luar.

Yogyakarta menjadi seperti saat ini, karena latar belakang yang dimilikinya. Berbagai peristiwa yang dialami kota ini melahirkan budaya jawa serta menumbuhkan nilai-nilai etika orang jawa yang terkenal akan kesopanan dan keramahannya. Budaya kerajaan yang telah lampau masih melekat erat pada kota Yogyakarta, hal ini ditunjukkan pada sistem pemerintahan kesultanan yang masih dapat dipertahankan. Sehingga berpengaruh pada kehidupan masyarakat di Yogyakarta.

Dalam hal kebudayaan propinsi Yogyakarta masih sangat kental dengan budaya Jawanya. Dalam kehidupan sehari-hari seni dan budaya seolah tak terpisahkan dan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat setempat. Terbukti mulai masih kanak-kanak sampai dewasa, banyak masyarakat Yogyakarta sangat sering menyaksikan dan mengikuti beraneka ragam acara kesenian dan kebudaya di kota ini.
 
Tradisi selalu di pertahankan oleh kebanyakan masyarakat Yogyakarta. Bahkan setiap tahapan kehidupan mempunyai arti tersendiri. Nilai-nilai tradisional selalu mewarnai upacara-upacara adat budaya Yogya. Bagi masyarakat propinsi Yogyakarta, seni dan budaya sudah menjadi satu bagian yang seolah tak terpisahkan dari kehidupan mereka.

Salah satu kesenian khas daerah Yogyakarta antara lain kethoprak, ada juga jathilan, serta wayang kulit yang sudah menyatu menjadi bagian budaya Indonesia. Selain itu propinsi Yogyakarta juga sudah dikenal dalam pembuatan pakaian tradisional dengan dengan cara dan gaya yang unik seperti batik kain dicelup.

Jathilan
Dikenal juga sebagai Jaran Kepang, Jaran Dor atau Kuda Lumping di daerah lain, Jathilan adalah sebuah seni pertunjukan yang berkembang luas di berbagai penjuru Yogyakarta. Dengan anyaman bambu yang dibuat menyerupai kuda, Jathilan dipertunjukkan umumnya pada siang dan sore hari oleh sekelompok seniman yang terdiri dari penari dan penggamel (pemain gamelan).

Dahulu, Jathilan merupakan sebuah tarian ritual untuk memanggil roh kuda dan meminta keamanan desa serta keberhasilan panen. Menurut perannya dalam masyarakat Jawa, kuda melambangkan kekuatan, kepatuhan, dan sikap pelayanan dari kelas pekerja. Hal inilah yang menginspirasi seluruh pertunjukan Jathilan yang menempatkan penari dengan kuda-kudaan sebagai pusat perhatian.

Gambar1. Penari Jathilan

Wayang Jawa Yogyakarta

Pagelaran wayang kulit dimainkan oleh seorang yang kiranya bisa disebut penghibur  publik terhebat di dunia. Bagaimana tidak, selama semalam suntuk, sang dalang memainkan seluruh karakter yang ada di wayang kulit yang merupakan orang-orangan berbahan kulit kerbau dengan dihias motif hasil kerajinan tatah sungging (ukir kulit). Dalang harus mengubah karakter suara, berganti intonasi, mengeluarkan guyonan dan bahkan bernyanyi. Untuk menghidupkan suasana, dalang dibantu oleh musisi yang memainkan gamelan dan para sinden yang menyanyikan lagu-lagu Jawa.
Tokoh-tokoh dalam wayang keseluruhannya berjumlah ratusan. Orang-orangan yang sedang tak dimainkan diletakkan dalam batang pisang yang ada di dekat sang dalang. Saat dimainkan, orang-orangan akan tampak sebagai bayangan di layar putih yang ada didepan sang dalang. Bayangan itu bisa tercipta karena setiap pertunjukan wayang memakai lampu minyak sebagai pencahayaan yang membantu pemantulan orang-orangan yang sedang dimainkan.

 Gambar 2. Wayang Kulit Yogyakarta

Dalam berkomunikasi, bahasa pengantar sehari-hari umumnya masyarakat Yogyakarta menggunakan bahasa Jawa. Propinsi Yogyakarta merupakan salah satu pusat bahasa dari sastra Jawa seperti bahasa parama sastra, ragam sastra, bausastra, dialek, sengkala serta lisan dalam bentuk dongeng, japamantra, pawukon, dan aksara Jawa.

Untuk melestarikan budaya Yogya terdapat prasarana budaya sebagai penunjang terhadap kelestarian serta pengembangan kreativitas seniman Yogyakarta dan hingga sekarang terdapat 130 buah prasarana seperti panggung kesenian, pendopo, ruang pameran, ruang seni pertunjukan, studio musik balai desa, auditorium, sanggar seni, lapangan dan lain-lain.

Referensi :



Jumat, 11 Mei 2012

HAKIKAT BANGSA dan NEGARA


A.    Hakikat Bangsa dan Unsur-Unsur Pembentuk Bangsa
Sebelum membahas tentang hakikat Bangsa dan Negara, sebaiknya memulai pembahasan dari pemahaman tentang hakikat manusia, karena manusia merupakan unsur utama dalam pembentukan suatu bangsa dan negara. Dalam bahasa Sansekerta, manusia berasal dari kata manu atau dalam bahasa Latin men yang berarti berpikir dan berakal budi.
Secara mendasar dan menjadi kodratnya, manusia dapat digolongkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
1.      Manusia sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial
a.      Manusia sebagai Makhluk Individu
Manusia sebagai makhluk individu adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa yang paling mulia yang terdiri dari jiwa dan raga yang dibekali akal budi, perasaan, keinginan dan keyakinan yang berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Manusia sebagai makhluk individu mempunyai harapan, keinginan, cita-cita dan kebutuhan yang berbeda-beda antara manusia satu dengan yang lainnya.
b.      Manusia sebagai Makhluk Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial maksudnya adalah manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak mungkin dapat melakukannya sendiri, melainkan membutuhkan bantuan dan kerjasama dengan orang lain. Aristoteles menyebut manusia sebagai zoon politicon, artinya manusia pada dasarnya adalah makhluk yang selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Sebagai makhluk sosial, manusia menjadi bagian dari manusia lainnya yang hidup dalam suatu lingkungan, dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat sampai yang lebih luas yaitu bagian dari lingkungan Negara. Oleh karena itu, manusia harus saling menyesuaikan diri atau beradaptasi agar perbedaan-perbedaan yang dibawa secara kodrat sebagai makhluk individu tidak merusak lingkungan mereka dan manusia hidup damai.

 Gambar 1. Kerja sama yang dilakukan manusia di lingkungannya sebagai makhluk sosial

1.      Hakikat Bangsa dan Unsur- Unsur Pembentuk Bangsa
a.      Pengertian Bangsa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian bangsa diartikan sebagai kelompok masyarakat yang memiliki persamaan asal keturunan, adat, budaya dan sejarahnya serta memiliki pemerintahan sendiri. Contohnya, seperti bangsa Indonesia yang lahir karena adanya persamaan-persamaan seperti adat, bahasa, budaya,cita-cita, sejarah dan wilayah.
Istilah bangsa sering disebut juga dengan rakyat, namun sesungguhnya pengertian bangsa dan rakyat itu berbeda. Oleh karena itu, para ahli ilmu Negara membedakan pengertian bangsa dengan  rakyat. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Dikatakan bangsa apabila manusia itu terorganisasi secara politik.
2.      Dikatakan rakyat apabila manusia itu terorganisasi secara sosiologis misalnya adat, budaya, perasaan dan agama.
Berikut ini pengertian bangsa menurut beberapa ahli
1.      Ernest Renan
Bangsa adalah kelompok manusia yang berada dalam satu ikatan batin yang dipersatukan karena persamaan sejarah dan cita-cita yang sama serta hasrat dan kesetiakawanan yang agung. Bangsa terbentuk atas dasar solidaritas.
2.      Otto Bauer
Bangsa adalah kelompok manusia yang mempunyai kesamaan karakter yang tumbuh karena persamaan nasib.
3.      Friederich Ratzel
Bangsa adalah kelompok manusia yang terbentuk karena adanya hasrat bersatu yang timbul karena rasa kesatuan antara manusia dengan tempat tinggalnya (bangsa secara geopolitik)
4.      Jacobsen dan Lipman Bower
Bangsa adalah satu kesatuan budaya dan kesatuan politik (culture unity dan political unity)
5.      Hans Kohn
Bangsa adalah buah hasil tenaga manusia dalam sejarah.
6.      J.Stalin
Bangsa adalah komunitas rakyat yang stabil yang terbentuk secara historis karena kesamaan bahasa, wilayah, kehidupan ekonomi, serta perasaan biologis yang terwujud dalam budaya bersama.
7.      Benedict Anderson
Bangsa adalah suatu komunitas politik yang terbayang dalam wilayah yang jelas batasnya dan berdaulat.
8.      Soekarno
Bangsa adalah sekelompok besar manusia yang mempunyai keinginan keras untuk bersatu, mempunyai persamaan watak, dan hidup bersama dalam satu wilayah yang nyata.
9.      C.S.T. Kansil
Bangsa adalah sekumpulan orang yang senasib, mempunyai perasaan untuk bersatu, karena memiliki kesamaan asal keturunan, adat, bahasa, sejarah serta berpemerintahan sendiri (C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, 2005 :79).
b.      Unsur-Unsur Pembentuk Bangsa
Sekalipun belum terdapat kesamaan atau kesepahaman antara para ahli kenegaraan dalam mendefinisikan bangsa, namun mereka memiliki kesamaan dalam menentukan faktor objektif tentang terbentuknya Negara. Kesamaan pandangan itu adalah bahwa secara umum bangsa terbentuk karena adanya unsur-unsur :
1.      Rasa kesatuan dan persatuan,
2.      Kesamaan keturunan,
3.      Adat istiadat,
4.      Budaya,
5.      Bahasa, dan
6.      Cita-cita.
Lahirnya bangsa dan Negara Indonesia didasarkan pada unsur-unsur sebagai berikut :
1.      Adanya kesamaan sejarah,
2.      Adanya persamaan nasib,
3.      Adanya kesamaan budaya,
4.      Adanya kesamaan wilayah, dan
5.      Adanya kesamaan cita-cita.

B.    Hakikat Negara dan Unsur-Unsur Pembentuk Negara
1.      Pengertian Negara
Istilah Negara terjemahan dari staat (Belanda), state (Inggris), e’tat (Prancis), statum (Latin), dan Lo Stato (Italia). Dalam bahasa Sansekerta istilah Negara berasal dari kata nagari atau Negara yang artinya wilayah, kota atau penguasa. Adapum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi dibawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik dan kedaulatan sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Negara merupakan organisasi yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.       Suatu organisasi kekuasaan yang teratur.
b.      Kekuasaannya bersifat memaksa dam monopoli.
c.       Suatu organisasi yang bertugas mengurus kepentingan bersama dalam masyarakat.
d.      Persekutuan yang memiliki wilayah tertentu dan dilengkapi alat perlengkapan Negara.
2.      Sifat Hakikat Bangsa
Negara memiliki sifat-sifat khusus yang merupakan manifestasi kedaulatan yang dimilikinya dan yang membedakannya dari organisasi lain yang juga memiliki kedaulatan. Sifat-sifat khusus Negara adalah sebagai berikut :
a.      Sifat Memaksa
Sifat memaksa berarti Negara memiliki kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik secara legal agar peraturan undang-undang ditaati. Dengan sifat memaksa ini diharapkan penertiban dalam masyarakat tercapai dan tindakan anarki dapat dicegah.
b.      Sifat Monopoli
Sifat monopoli berarti Negara memegang monopoli dalam menetapkan tujuan bersama masyarakat. Dalam hal ini, Negara dapat melarang suatu aliran kepercayaan atau politik tertentu yang membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara.
c.       Sifat Mencakup Semua (All-Encompassing, All-Embracing)
Sifat mencakup semua berarti seluruh peraturan undang-undang dalam suatu Negara berlaku untuk semua orang yang terlibat didalamnya tanpa kecuali.
3.      Asal Mula Terjadinya Negara
Dalam mengkaji asal mula terjadinya Negara, dalam pandangan para ahli kenegaraan dapat dibedakan melalui empat pendekatan, yaitu pendekatan primer, pendekatan sekunder, pendekatan fakta sejarah dan pendekatan teoritis.
a.      Pendekatan Primer
Berdasarkan pendekatan primer terjadinya Negara dimulai dari masyarakat hukum paling sederhana kemudian berkembang ke tingkat yang lebih maju dan kompleks yang dapat digambarkan sebagai berikut :
1.      Suku (genootschap), merupakan perkembangan awal terjadinya Negara yang dimulai dari kehidupan manusia dalam lingkungan keluarga yang kemudian berkembang menjadi kelompok-kelompok dan akhirnya menjadi suku-suku. Suku dipimpin oleh seseorang yang disebut Primus Inter Pares yang artinya orang yang pertama berkuasa dan berpengaruh diantara yang sederajat.
2.      Kerajaan (rijk), pada fase ini suku-suku berkembang semakin besar dan luas, suku terkuat menaklukan suku-suku lain yang lebih kecil dan lemah dan akhirnya kepala suku terkuat didaulat untuk memimpin suku-suku yang ditaklukan kemudian muncul kerajaan.
3.      Negara Nasional (staat), pada tahap ketiga ini awalnya pemerintahan dipimpin oleh seorang raja yang berkuasa secara absolut. Kekuasaan mutlak dipegang oleh raja, rakyat dipaksa untuk tunduk dan taat pada kemauan dan kehendak raja.
4.      Negara Demokrasi (democratisch natie), fase ini merupakan fase terakhir dari perkembangan Negara secara primer, dimana rakyat telah memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara.
b.      Pendekatan Sekunder
Berdasarkan pendekatan ini, terjadinya Negara merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri atau dielakkan. Negara lahir karena adanya keinginan atau cita-cita rakyat yang diwujudkan melalui sebuah revolusi rakyat untuk mencapai kemerdekaan dan lahirlah negara.
c.       Pendekatan Fakta Sejarah
1.      Penduduk (occupatie),
2.      Peleburan (fusi),
3.      Penyearahan (cessie),
4.      Penguasaan (anexatie),
5.      Penaikan (accesie),
6.      Pembentukan baru (inovation),
7.      Pemisahan (separatist), dan
8.      Proklamasi (proclamation).
d.      Pendekatan Teoritis
Pendekatan teori adalah bagaimana asal mula terbentuknya Negara melalui metode filosofis tanpa mencari bukti-bukti sejarah tentang hal tersebut. Pendekatan teori dilakukan dengan dugaan-dugaan berdasarkan pemikiran logis. Teori-teori terjadinya Negara terjadi atas teori Ketuhanan, teori perjanjian masyarakat, teori kekuasaan dan teori hukum alam.
4. Unsur-unsur Pembentuk Negara
Unsur-unsur pembentuk Negara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a.       Unsur utama (konstitutif) adalah unsur-unsur yang harus terpenuhi oleh berdirinya suatu negara. Unsur-unsur tersebut terdiri atas wilayah atau daerah, rakyat, pemerintah yang berdaulat.
b.      Unsur tambahan (deklaratif) adalah unsur yang sifatnya menyatakan, bukan unsur mutlak. Unsur tersebut yaitu berupa pengakuan oleh negara lain.

a.       Wilayah atau daerah
Wilayah atau daerah merupakan tempat berpijak atau berdirinya suatu negara dengan batas-batas tertentu yang dapat dibedakan menjadi daratan, laut, udara, dan wilayah ekstrateritorial.

Gambar 2. Wilayah Kedaulatan NKRI sudah diakui oleh dunia internasional

 Gambar 3. Batas Udara NKRI

a.     Rakyat
Rakyat adalah kumpulan manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat penghuni suatu negara, meskipun mereka ini mungkin berasal dari keturunan dan memiliki kepercayaan yang berbeda.
b.      Pemerintah yang Berdaulat
Pemerintah yang berdaulat berarti pemerintah yang memegang kekuasaan tertinggi di dalam negaranya dan tidak berada di bawah kekuasaan pemerintah negara lain.

 Gambar 4. Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, adalah contoh pemerintah yang berdaulat di NKRI

a.       Pengakuan oleh Negara lain
Pengakuan oleh Negara lain didasarkan pada hokum internasional. Pengakuan itu bersifat deklaratif, bukan konstitutif.
Menurut Oppenheimer dalam bukunya International Law, sebagaimana dikutip oleh Muchtar Affandi (1986) pengakuan oleh negara lain terhadap berdirinya suatu negara semata-mata merupakan syarat konstitutif untuk menjadi an international person. Dalam kedudukan itu keberadaan negara sebagai kenyataan fisik (pengakuan de facto) secara formal dapat ditingkatkan kedudukannya menjadi suatu judicial fact (pengakuan de jure).


Referensi :
www.bocahkawanua.files.wordpress.com  
Samsu dan Nadiroh. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Arya Duta.